Rabu, Januari 30, 2008

AKU ISTRI SEORANG BIKER


(Ungkapan ini saya sampaikan demi baiknya kondisi suami saya, yang nota bene seorang biker sejati.)

Belum lama ini, suami saya mendapatkan amanah dari kantor sebuah kendaraan roda dua, hal itu menjadikan jiwa saya bertambah besar, karena tidak pernah termimpikan kalau kantor tempat suami saya bekerja mempercayai suami saya dengan mengamanahkan sepeda motor, yang sudah bertahun-tahun saya-pun tidak berani untuk mengkredit atau membeli secara kontan.
Atas dasar apa kok suami saya dapat inventaris sepeda motor itu, saya-pun tak tau. Atas criteria apa kok suami saya dapat diberi kelonggaran untuk ikut berperan serta merawat barang kantor yang berupa sepeda motor, itupun saya tidak tau.
Tiga hari kemudian, ketika sedang diatas tempat tidur, suami saya bercerita, bahwa tadi pagi dia telah resmi menjadi anggota kelompok komunitas pengendara sepeda motor, yang anggotanya semua rekan sekantor, dan semua menggunakan sepeda motor.
Dia, dengan berapi-api, menceritakan semua hal ihwal persepedamotoran, mulai dari AD/ART, iuran bulanan, macam-macam kegiatan, atribut dan jaket sampai dengan touring.
Jiwaku tersontak ketika malam itu juga suami meminta izin untuk pergi melanglang buana (touring) ke beberapa tempat di seputaran Jabodetabekten dengan komunitasnya. Dia (suami saya) adalah seorang pegawai rendahan, akan tetapi (paling tidak menurut saya) memiliki jiwa solidaritas yang cukup kuat, dia tidak suka merepotkan teman, bahkan lebih banyak berkorban demi teman dengan selalu mengalahkan keluarganya. Aku sangat menghargai idialisme itu, akan tetapi, mengingat dia adalah pegawai rendah yang kadang kala harus memeras otak dalam menyelesaikan permasalah keuangan keluarga tiap bulan, dan tiba-tiba dia mohon izin untuk touring yang tentunya akan bersinggungan dengan masalah keuangan, apalagi menurut feeling saya akan sulit dilarang karena hal itu dia lakukan demi rasa solidaritas yang tinggi.
Dalam hitungan menit, dia menunggu jawaban dari saya.
Saya tarik nafas panjang, sangking tidak terasanya, tarikan nafas saya sudah mencapai dua puluh lima menit. Saya tidak dapat menjawab, hati saya kelu, bingung, gundah dan deg-deg kan, seakan tulang berpisah dengan daging, apa yang harus saya lakukan. Saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa acara touring akan memakan biaya, waktu dan tenaga, terus siapa yang bertanggung jawab atas keselamatan jiwanya ?
Aku terbangun jam 4 pagi, seperti hari-hari biasa, setiap pagi aku siapin makan buat sarapan anak dan suami. Ketika suami bangun, langsung masuk kamar mandi, tanpa sarapan dan pamit, dia langsung berangkat ke kantor, tanpa pamit……(st)

Tidak ada komentar: